Minggu, 06 Mei 2012

Teori Tujuan Hukum


1.            Teori Etis
          Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan.
          Isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan tidak.
          Dengan perkataan lain hukum menurut teori ini bertujuan meraliser atau mewujudkan keadilan. Geny termasuk salah seorang pendukung teori ini.
          Sekarang timbul pertanyaan : “Apakah keadilan itu” ?
          Pertanyaan mengenai keadilan itu meliputi dua hal, yaitu yang menyangkut hakekat keadilan dan yang menyangkut isi atau norma untuk berbuat secara konkrit dalam keadaan tertentu.
          Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan di antaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan jika ia menuju peraturan yang adil, artinya peraturan yang mana terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi, yang mana setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.  Demikian keadilan yang diuraikan oleh Aristoteles dalam “Rhetorica”.
          Teori Etis, bahwa hukum semata-mata menghendaki keadilan.
          Isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Teori ini berat sebelah, ia melebih-lebihkan kadar keadilan hukum, tanpa memperhatikan keadaan sebenarnya.
          Hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan, keadilan melarang menyamaratakan, keadilan menuntut supaya tiap-tiap perkara harus ditimbang tersendiri (“Suum Cuique Tribuere”).
          Jika pembentuk undang-undang memerintahkan hakim supaya ia dalam keputusannya memperhatikan keadilan dalam arti dalam penerapan peraturan-peraturan umum dalam hal-hal yang khusus, jangan mengakibatkan ketidak adilan atau adanya kepantasan (redelijkheid) atau itikad baik.
          Akan tetapi kepastian hukum tidak akan dipenuhi seluruhnya, lebih-lebih berhubungan dengan kenyataan, bahwa dalam peradilan kita terlihat cita-cita untuk selalu memperluas “asas itikad baik”, jangan melakukannya dalam hal undang-undang tidak menunjuk kepadanya.
          Jadi dalam hukum terdapat bentrokan yang tidak dapat dihirdarkan, pertikaian yang selalu berulang antara tuntutan-tuntutan keadilan dan tuntutan-tuntutan kepastian hokum.

         Keadilan distributif (justitia distributiva) , adalah keadilan yang memberikan kepada tiap orang menurut jatahnya (haknya).  Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan, melainkan kesebandingan.
n  Jatah ini tidak sama untuk setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan, kemampuan dan sebagainya, sifatnya adalah proporsional.  Yang dinilai adil disini ialah apanila setiap orang mendapatkan hak atau jatahnya secara proposional mengingat akan pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya.
n  Keadilan Komulatif (justitia commutativa) , adalah keadilan yang memberi kepada setiap orang sama banyaknya. Dalam pergaulan di dalam masyarakat keadilan komulatif merupakan kewajiban setiap orang terhadap sesamanya. Jadi yang dituntut adalah kesamaan.
n  Yang adil menurut keadilan komulatif ialah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya. Misalnya dalam pengungsian pembagian beras yang sama banyaknya akan dirasakan adil.

2.            Teori Utiliti
          Menurut teori utiliti, bahwa hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the greatest good of the greatest number).
          Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak.
          Penganut teori ini antara lain adalah Jeremy Bentham.
          Pendapat lain tentang tujuan hukum, yaitu :
          Paul Scholten, yang berpendapat bahwa hukum perlu mencari keseimbangan antara :
a.       Persoonlijkheid (kepribadian) dan gemeenschap      (masyarakat).    Secara sepihak mencari kepentingan  masyarakat akan  mengakibatkan individualisme.S
sebaiknya secara sepihak mencari kepentingan masyarakat, tanpa memperhatikan individu akan mengakibatkan universalisme, seperti dalam Facisme, Kommunisme.Dalam memelihara hukum kita harus mencari keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.

b.      Yang kedua kita perlu mencari keseimbangan antara :
Gelijkheid en gezag, kesamaan manusia dan kewibawaan. Pada asasnya manusia adalah sama, apapun pangkatnya dalam masyarakat.

c.       Akhirnya dalam hukum perlu memisahkan : goed en kwaad, baik dan jahat. Hukum dan pemeliharaan hukum perlu memihak kebaikan, dan menolak kejahatan dalam bentuk apapun.


Radbruch,   mengatakan   bahwa  tujuan  dari  hukum perlu berorientasi pada tiga hal :
a. Kepastian hukum, tuntutan pertama kepada hukum          ialah,     supaya ia positif, yaitu berlaku dengan pasti.  Hukum harus  ditaati agar hukum itu sungguh sungguh positif.

b. Keadilan, menurut Radbruch sudah cukup apabila  kasus-kasus yang  sama  diperlukan secara sama.

c. Daya-guna, hukum perlu menuju kepada tujuan  yang penuh  harga (waardevol).






Ada tiga nilai yang   penting bagi hukum,      yaitu :

n  Individualwerte, nilai-nilai pribadi yang penting untuk mewujudkan kepribadian manusia.
n   
n  Gemeinschaftswerte, nilai-nilai masyarakat, yang hanya dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia.
n   
n  Werkwerte, nilai-nilai dalam karya manusia (ilmu, kesenian)       dan pada umumnya dalam kebudayaan.

Mochtar Kusumaatmadja, dalam analisa terakhir, tujuan pokok dari pada hukum apabila hendak    direduksi pada suatu hal saja, adalah ketertiban (order).
Kebutuhan akan ketertiban syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur.
Lepas dari segala kerinduan akan hal-hal lain yang juga yang menjadi tujuan daripada hukum, ketertiban sebagai tujuan utama hukum, merupakan suatu fakta obyektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya
Mengingat bahwa kita tak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau di luar masyarakat, maka : manusia masyarakat dan hukum merupakan pengertian yang tak dapat dipisahkan.
Pameo Romawi “ubi secietas ibi ius” yang artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum.

Fungsi hukum
u Mochtar Kusumaatmadja, mengatakan berbicara tentang arti hukum dan fungsi hukum, dapat dikembalikan kepada pertanyaan dasar : apakah tujuan hukum itu.
u Di depan sudah dibahas, dari kesimpulannya dapat kita katakan bahwa hukum merupakan suatu “alat untuk memelihara ketertiban” dalam masyarakat.
u Bahwa hukum menjamin keteraturan (kepastian) dan ketertiban, bukan tujuan akhir dari hukum melainkan lebih baik disebut fungsi hukum.
u Mengingat fungsinya di atas sifat hukum pada dasarnya adalah konservatif, artinya hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah dicapai.
u Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun. Karena disinipun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan.
u Telah banyak para ahli yang menguraikan berkenaan dengan fungsi hukum dalam hubungan antar anggota masyarakat dan yang pada dasarnya mengatakan sebagai berikut :
  1. Pemeliharaan ketertiban dan kepastian hukum.
  2. Pembagian hak dan kewajiban di antara anggota masyarakat.
  3. Distributor wewenang untuk mengambil keputusan dalam masalah. publik atau secondary rules menurut paham Hart.
  4. Perelai perselisihan-perselisihan.
Menurut E.A. Goebel seorang antropolog, terdapat empat fungsi dasar dari hukum di dalam masyarakat, yaitu :
a. Menetapkan pola hubungan antara anggota-anggota  masyarakat dengan cara menunjukan jenis-jenis  tingkah laku yang mana yang diperbolehkan dan  yang mana yang dilarang.
b. Menentukan alokasi wewenang merinci siapa yang  boleh melakukan paksaan, siapa yang harus  mentaatinya, siapa yang memilih sanksinya yang  tepat dan efektif.
c. Menyelesaikan sengketa.
d. Memelihara kemampuan masyarakat untuk  menyesuaikan  diri  dengan kondisi-kondisi kehidupan  yang berubah, yaitu dengan  cara  merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial  antara anggota-anggota masyarakat
n  Talcott Parson seorang sosiologi menganggap hukum sebagai suatu sarana pengendalian sosial, yaitu melakukan integratif, mengurangi konflik-konflik dan melancarkan proses interaksi pergaulan masyarakat.
n  Mochtar Kusumaatmadja, mengatakan hukum dimasa kemajuan dan morernisasi ini, makin lama makin (tambah) lepas dari kehidupan manusia sebagai mahluk sosial yang berbudaya (de-personalized) sehingga aspek fungsi hukum lebih menonjol atau lebih penting daripada aspek tujuan hukum.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar